Selasa, 12 Oktober 2010

wave

sometimes, love has to end
sometimes, love must resign

say goodbye to the road
say goodbye and days
say goodbye to the love
say goodbye and wave....

maybe, the world's like stop spinning
maybe, the rain's gonna falling

say goodbye to the love
say goodbye and wave
say goodbye to the love
say goodbye and wave

i can't believe it
i just don't know why

10.10.10.10.10
garut

Senin, 20 September 2010

derita jiwa


derita jiwa

*
aku hadir kini, menghadapi pagi
menatap sisa bintang malam tadi
berdegup dada mendengar nada
menjeritkan derita jiwa
hati merasa, batin bertanya
tentang takdirku sebagai manusia

sering kurasakan isyarat alam
namun tak kutahu apa maknanya
seakan berjalan, di dalam gelap
aku inginkan sinar lentera
untuk jalanku, untuk hidupku
agar jelaslah masa depanku

masa depanku masih kelabu
hari depanku, belum kutahu
bosan dan resah menghantuiku,
oh, oh, oh, menghantui hidupku

kembali ke *

***

saya selalu kangen dengan lagu-lagu seperti ini, baik dari segi tema yang diangkat maupun aransemen musiknya. di tengah serbuan lagu-lagu bertema seragam dari band pop yang setiap minggu berdatangan seperti jamur di musim hujan, lagu 'derita jiwa' yang dilantunkan ahmad albar ini seperti mewakili segenap rasa akan lirik yang berisi dan musik yang berkualitas.

saya pertama kali menemukannya di kaset 'art rock' semasa smp dengan hits 'syair kehidupan'. yang dijual memang ahmad albar yang sudah diakui keeksisannya. tetapi nama lain juga berkontribusi besar di album itu yakni ian antono dan areng widodo. kedua musisi itu menyumbangkan karya-karyanya di album yang memuat 'panggung sandiwara' versi ahmad albar. sementara itu, anak asuh ian antono lainnya, nicky astria, sepertinya mengisi bagian backing vocal di beberapa lagu.

'art rock' sebenarnya bisa dikatakan sebagai sebuah genre rock tersendiri. dan lagu-lagu di album ini bisa dikatakan bergenre 'art rock'. grup-grup luar semacam pink floyd, rush, dan yes, konon adalah biangnya art rock. namun menurut saya, art rock yang ditawarkan ian antono dan kawan-kawan termasuk sederhana. berbeda dengan band-band art rock masa itu yang lagunya panjang-panjang dengan penuh improvisasi terutama untuk instrumen keyboard, maka art rock versi ahmad albar ini termasuk sederhana dan ringan.

apapun namanya, keseluruhan lagu di kaset yang kini sudah langka ini enak didengar. hampir semua tema menyentuh sisi humanisme dan bersifat universal. hampir setiap komposisi lagu yang ada menawarkan perenungan yang mendalam. dan 'derita jiwa' adalah salah satunya. musiknya sendiri memang lebih mengarah ke rock 70-an ketika musik rock sedang berkembang dengan berbagai variasi genrenya. lagu-lagu yang ada di album ini 'disinyalir' telah berkumandang semenjak tahun 80-an ke bawah meskipun saat itu, kelas dua smp, tahun 90-an awal saya menikmatinya. lagu 'panggung sandiwara' sendiri setelah ditelusuri ternyata ada versi yang lebih jadulnya yang dinyanyikan oleh duo kribo di era 70-an. setelah itu ahmad albar dan nicky astria melantunkannya dengan gaya sendiri dan keduanya sukses sehingga versi siapapun yang menyanyikannya memiliki daya tarik dan kekuatan sendiri. mungkin memang lagunya sendiri sudah memiliki magnet bagi pendengarnya karena ternyata ketika almarhumah nike ardila menyanyikan kembali masih tetap nyaman di telinga kita. lirik panggung sandiwara yang di rangkai oleh penyair taufik ismail memang sudah kuat dengan makna-makna penuh filosofis.

makanya ketika akhirnya menemukan kaset ini dalam bentuk digital mp3 full album saya melonjak kegirangan. apalagi kaset yang dulu saya beli second di jaman smp itu telah raib entah ke mana setelah berpindah tangan dari satu teman ke teman lainnya. biasalah, tradisi jaman dulu di sekolah salah satunya dalah bertukar pinjam kaset. kalau dulu hanya mendengarkan lagu-lagunya sembari menghafal buat ulangan ekonomi besok hari lalu tertidur setelahnya, kini mendengarkannya sambil menulis sesuatu semacam resensi atau diari yang mungkin hanya bisa dipahami oleh diri sendiri. sesekali terhenti kalau di satu lagu menemukan sesuatu yang rasanya baru. kemudian kembali meneruskan memelototi layar monitor tanpa hirau bahwa tengah malam telah merangsek menjadi pagi. lalu, kalau tidak tidur dengan tergesa, keluar rumah menatap ke langit kalau-kalau masih ada sisa bintang malam tadi.

sementara itu saya masih tetap memimpikan akan ada musisi baru yang mengikuti jejak 'art rock' dan membuat lagu-lagu berkualitas dengan tema-tema yang lebih universal dan lirik yang tidak seadanya.



Rabu, 01 September 2010

fail, just fail

di perhentian ini. gagal. dan mencoba biasa saja tanpa merasa perlu menghibur diri dengan kata-kata peredam luka 'keberhasilan yang tertunda' atau semacamnya. hanya bisa memaksakan diri menikmati kegagalan ini dan kembali mendaki gunung, menyepi, menghindari tatap mata mempertanyakan. dan sebagian yang menertawakan.

dan masih juga bernafas lega karena telah tunai sebuah tugas. setelah sekian lama menyibak alang-alang, meneliti jejak, sengat panas matahari, melawan frustasi, dan mencoba bertahan dengan bekal dan air mineral yang tinggal seperempat sementara tujuan masih jauh di horizon. juga masih ada sedikit harga diri karena tidak sampai menyerah terlebih dahulu meski rupa-rupa goda dan rayu di telinga adalah balik kanan atau mengibarkan bendera putih. atau bunuh diri.

inilah saat yang tepat untuk menunduk ke bawah lebih dalam lagi. memperhatikan lebih seksama terhadap kerikil tajam dan duri yang menyilang jalan. juga menengok ke belakang. mengingat persimpangan terakhir yang dilalui. andaikan ada 'save as', tapi tak mungkin karena di dunia nyata hanya ada 'save' saja. lalu, bismillah, kembali melangkah dari titik persimpangan meski masih juga dipenuhi kekhawatiran. tapi tetap harus memilih satu jalan dan merasai segala kemungkinan.

lalu bersiap lagi dengan ketegangan dan rasa penasaran tentang apa yang akan ditemui selanjutnya. berdoa dalam harapan dan cemas sambil memperbarui nafas. tapi kini menggeserkan kakinya lebih berhati-hati dari sebelumnya. musuh dari dalam dan luar masih tetap mengikuti, mencari celah agar kita jatuh dan terpuruk lagi. karenanya terus saja berjalan dan abai semua bisikan yang akan membuat langkah tertahan.

hingga akhirnya tiba lagi di perhentian. mungkin berhasil. mungkin gagal. kalaupun gagal lagi, itu hanyalah gagal. just fail.again.

Senin, 23 Agustus 2010

bulan puasa 80-an (di garut, di pasundan), 3

belajar puasa semenjak sekolah di tk. bahkan sebelum sekolah juga sudah diperkenalkan dengan momen puasa. bapak dan ibu membangunkan saya yang belum lima tahun untuk ikutan sahur. didudukkannya saya di atas meja makan. mata masih mengantuk berat tapi ibu menyuapi saya makanan antara ingatan yang jelas dan samar-samar.

tapi benar-benar mulai puasa ketika tk itu. hebatnya, hanya batal satu hari. entah karena kuat atau memang orang tua dan lingkungan mengkondidikan demikian. bulan puasa yang sebulan itu diisi dengan kegitan yang terasa sama sekali baru karena otak saya mulai bisa menangkap makna ramadhan meskipun keriaannya saja. nawaitu sauma godin dan alohumma lakasumtu sudah hapal di luar kepala meskipun baca qur'an masih terbata-bata. semenjak shubuh hinggga magrib bisa dilewati dengan sukses tanpa makan minum.

sesekali menangis kalau digoda sepupu.

"kalau nangis puasanya batal ...", kata mereka yang usianya sebenarnya tak terpaut jauh. makanya nangisnya cuma sebentar meskipun masih diliputi tanya apakah memang benar nangis membatalkan puasa. akhirnya waktu itu saya mendapat jawaban sederhana yakni bahwa dengan menangis akan mengeluarkan air mata yang kalau kena bibir akan terasa asinnya. jadilah puasanya batal.

bulan puasa juga ditandai dengan lengangnya jalanan depan rumah di siang hari. tukang-tukang jualan makanan sebangsa mang pe'i atau mang ijun menghilang entah ke mana. begitu pula mang aman tukang bubur ayam yang biasanya setiap pagi nongkrong di depan warung bi atih.

nuansanya memang jadi berbeda dengan bulan-bulan lainnya. apalagi sekolah memang diliburkan sebulan penuh. praktis waktu banyak luangnya. untunglah paman kami membuka taman bacaan sehingga kami lebih banyak menghabiskan waktu dengan membaca komik-komik di taman bacaan tersebut emskipun sebenarnya hanya melihat gambarnya saja. dari segunung komik yang ada di sna maka komik hero semacam godam, gundala, dan labah-labah merah adalah menu wajib yang tak bosan diulang-ulang.

***

malamnya, seperti biasa sholat taraweh berjamaah di aula gedung pgri. oh, ya di bulan ramadhan ini acara ngaji yang biasa dilaksanakan setiap habis magrib di rumah mang ojo cakrabuana ditiadakan. katanya selama bulan ramadhan diliburkan. gantinya memang pesantren kilat itu. namund emikian panitia mengaji di mang ojo dan panitia pesantren kilat berbeda. jadi kalau mau pesantren kilat boleh, tidakpun tidak apa-apa. dan saya memilih ikut pesantren kilat karena semua sepupu ikutan pula.

awalnya saya rada heran dengan pelaksanaan shalat taraweh ini karena rakaatnya panjang sekali.

"masih lama ya pa..?", tanya saya yang shalat di dekat bapak.

"sebentar lagi...!"

maka saya berdiri lagi setelah imam mengucakan salam. bapak sengaja mengajak sya shalat di dekatnya agar saya tidak ikut-ikutan anak lain yang shalatnya sambil main-main. kadang saya melirik ke belakang karena tergoda keasyikan anak-anak yang ngoceh dan bercanda melulu di sana.

teman saya, yopi, dan ganknya dari gang rajawali tak henti-hentinya bergurau. dorong sana dorong sini. mereka sebenarnya bukan orang pasundan. tapi gank rajawali cukup dekat juga ke aula pgri. padahal di rajawali ada masjid juga yang representatif. tapi rupanya mereka lebih senang taraweh di sini.

kalau menjelang rakaat terakhir, mereka buru-buru ikutan sholat lagi lebih khusyu dari mereka yang sholatnya serius. saya tahu, itu agar tidak kena damprat bapak-bapak atau aa-aa yang tadi mereka ganggu dengan keributan dan bercandaan. apalagi kalau sudah tahiyat akhir, suasana hening mereka ciptakan. saat salam sudah diucapkan imam dan bapak-bapak yang ada di dekat mereka melotot, mereka saling tuduh.

"kamu, ribut melulu...!"

"iya, ade nih..."

"nggak saya mah... tuh, si yayan....!"

begitulah. saat imam memulai shalat lagi, kembali mereka bercanda-canda. atau kalaupun tidak, shalatnya sambil duduk. saya yang berdiri pegal iri ingin ikut gaya shalat duduk itu. he he, padahal itu kan shalat khusus bagi mereka yang sakit atau tak kuat berdiri. tapi sepertinya enak sekali shalat sambil duduk.

untunglah, shalat taraweh berakhir juga malam itu. kalau dijalani sebelas rokaat memang tidak terasa apa-apa. apalagi kalau benar-benar khusyu, ikhlas, dan merasa nikmat melaksanakannya. tapi bagi anak-anak mungkin shalat taraweh lebih dinikmati ngumpul bareng temannya dan main-mainnya. ya, namanya juga anak-anak. tapi alangkah bagusnya kalau semenjak anak-anak itu mereka diperkenalkan lebih dahulu. para orang tua ada bagusnya mendampingi mereka agar tidak terlalu mengganggu orang yang memang berniat shalat.

"kalau mau bermain, gak usah shalat sekalian..!", kerap sekali orang yang terganggu shalatnya tak bisa menahan sabar. imam juga bukan sekali dua kali mengingatkan. tapi sekali lagi, anak-anak memang memandang shalat taraweh dengan cara yang berbeda. begitu sepertinya yang ada di benak yopi and the gank of rajawali.

ketika shalat beres dan waktunya pulang, maka jangan heran kalau sendal kita bertualang ke mana-mana. belum dikenal beberes sendal secara aa gym dan dt-nya waktu itu. menyimpan sendal sekenanya saja, berserakan di mana-mana. apalagi suasana luar cuma remang atau gelap sama sekali. bahkan tak jarang yang sandal jepitnya hilang atau tertukar. hampir tiap hari ada bapak-bapak yang pulangnya nyeker. saya sendiri pernah mengalami sekali peristiwa.

"sendalnya pake plastik, bawa ke dalam, agar tidak hilang lagi...", saran ibu saya. maka besok-besoknya hampir tiap orang yang shalat bawa keresek dan meletakkan sendalnya di belakang dengan keresek itu.

dan seperti lazimnya jaman sekarang, dulupun orang taraweh hanya rame awal-awalnya saja. pas lilikuran aula pgri kembali menjadi meluas karena orang-orang sudah jarang taraweh lagi. kamipun kadang tidak taraweh berjamaah. saya sering juga taraweh berdua dengan ayah di rumah. meskipun jumlah rakaatnya sama tapi taraweh di rumah lebih cepat karena selain bacaannya pendek-pendek juga tidak diselingi oleh ceramah kultum yang meski namanya kultum sering lebih dari tujuh menit.

bahkan di kali lain sering juga saya tidak taraweh sama sekali, hanya melaksanakan shalat isya saja, baik ketika di rumah ataupun di masjid. tidak apa-apa, kata saya. teman-teman saya saja banyak yang tidak taraweh. apalagi bapak juga tidak terlalu mempermasalahkannya saat itu. yang penting puasanya tidak batal.

sejak tk saya diajarkan berpuasa. hanya batal sekali waktu itu. kelas satu sd juga kalau tidak salah batal sekali. namun semenjak kelas dua hingga sekarang tak pernah batal sama sekali. alhamdulillah, puasa ramadhan telah menjadi darah daging yang mengalir dalam tubuh. alhamdulillah orang tua kami mengajarkan puasa semenjak dini meskipun saat itu hanya 'ibadah kasarnya' saja yang diajarkan. dan kini saatnya kami mencari sendiri makna yang lebih dalam dari sekedar menahan makan dan minum saja. dan masih terus mencari hingga kini. belajar dan terus belajar.

***

Kamis, 22 Juli 2010

sorry* : in harmonia progresio

biasanya cukup dengan 'sorry' saja maka langit kembali biru dan terang. akal yang tadi tertutup prasangka menjadi terbuka lagi. gelombang dendam yang simultan mengoyak hati perlahan tenang seperti tak pernah terjadi badai sedahsyat tsunami sebelumnya. rekaman perdebatan yang tak berujung pangkal dan cenderung ingin saling mengalahkan terhapus oleh perasaan ikhlas saling memaafkan. lalu seperti mendadak diserang amnesia, semua permasalahan dilupa begitu saja.

tapi itu dulu. dulu sekali sebelum matahari terasa panas menyakitkan. ketika udara malam masih setia dengan dinginnya tapi tidak lagi menyejukkan. saat hujan yang turun malah menyuburkan sakit hati dan benci. dan diam-diam kita saling mencari kelemahan. diam-diam kita ingin dari belakang menikam. diam-diam kita siap menarik picu pistol tepat menembus dada, mengoyak jantung.
black !

tiba-tiba senyummu berubah tawa ejek, menertawakan ketololan yang entah siapa memulainya. 'sorry' tak lagi cukup ketika luka itu terus diperam. dipendam di lubuk dalam hingga membuncah. seperti bom waktu yang bisa meledak tak terduga. menghancurkan diri dan sekitar. hingga cerita tak lagi bersisa. hanya puing-puing yang meninggalkan pedih. dan luka yang makin menganga menjadi borok, menjadi penyakit.

'Sekarang kita bukanlah sahabat bagiku
Sekarang kita berdua telah jadi musuh
Kata sayang sepertinya juga telah hilang
Mereka pergi angkat kaki jauh dari sini'

karena itu lupakanlah saling menanyakan kabar. lupakanlah pernah menyimpan janji. entah masih bermaknakah doa-doa yang pernah saling terkirim. hapus saja dari ingatan bahwa dulu pernah bersama menempuh pencarian panjang, berlarian sepanjang lorong untuk sebuah mimpi. kini saatnya mengubur segala kebersamaan dan sumpah yang telah kita khianati. biarlah itu menjadi omong kosong yang menunjukkan siapa sesungguhnya kita.

hidup itu memilih dan inilah pilihan kita yang tak bisa menyiasati perbedaan. pilihan kita yang merasa bahwa ego dan arogansi intelektual kitalah yang lebih penting. anggap saja petualangan kita di masa lalu menembus hari ini adalah kesalahan terbesar. sesuatu yang paling buruk dalam riwayat hidup kita. atau jalan terbaik yang membuka kedok kebusukan masing-masing.

'Sorry, kita tak sejalan
Sepertinya kita tak sepaham
Sorry, sorry…..'

ketika aku memilih timur dan kau ke barat. ketika aku ke kiri dan kau ke kanan. ketika kalimat tak lagi satu. ketika kata telah berubah makna. ketika berpisah adalah cara terakhir yang paling jitu sekaligus bodoh. semoga saja kita tidak menyesal. sorry !


(*diinspirasi dari sorry, sebuah emo melodic punk by netral )


****

'Sekarang aku berkawan dengan kesepian
Sekarang kita berdua sependeritaan
Belajar mengenal cinta Arti kata sayang
Semoga esok lebih baik dari hari ini'

Senin, 28 September 2009

pintu 18, hidup itu kemping bagian 3

.....
hidup itu kemping
menantang kemapanan
memaknai keterasingan
merasakan kesendirian
menyiasati kegetiran

mereguk pengalaman
yang tak bosan-bosan
......

malam pertama bagi pengantin baru katanya menegangkan. begitu pula bagi kami para pecinta alam dadakan yang baru pertama kali kemping di gunung guntur. segala macam perasaan berkecamuk dalam dada. takut kalau-kalau gunung tiba-tiba meletus. takut kalau-kalau tenda tiba-tiba diterbangkan angin. juga takut kalau tiba-tiba ada hewan buas mendekati tenda dan tanpa permisi ikut masuk ke dalam tenda.


teringat pula cerita wildan fahmi beberapa waktu silam.
"kadang-kadang bagong juga masih ada, yan....!" katanya sebelum kami mandi-mandi di bawah curug yang airnya deras. " biasanya mereka keluar di malam hari, kadang ke sungai untuk minum..." sambungnya.
" tapi tidak menyerang manusia, kan?"
" tergantung,... kalau tempat tinggalnya terganggu pasti mereka akan menyerang manusia..."
" kalau menyerang kita bagaimana, dan...?"
" usahakan saja kalau dikejar kita jangan berlari lurus, tapi bolak-belok... mereka kan menyeruduk kayak banteng.... pasti kita selamat ! itupun kalau kita tidak panik. tapi biasanya kan panik duluan. makanya kalau di gunung tidak boleh panik. kalau ada apa-apa harus tenang. otak tetap bekerja selain otot"

jangan panik. ya, apa yang mesti ditakutkan toh belum tentu dan belum kejadian ? tapi kan waspada dan hati-hati tetap sebuah kewajiban.
" jo, sekeliling tenda sudah ditaburi garam ?" sebagai tanda hati-hati aku memastikan segala sesuatunya harus beres.
" sudah..sudah...!" a asep yang jawab di antara sadar dan ngantuk.
alhamdulillah. cukup aman. konon sekeliling tenda ditaburi garam agar hewan melata tidak berani mendekat misalnya ular, kadal, kelabang, dan sebangsanya. katanya, mereka akan merasa perih kalau tubuhnya terkena garam. pantes aja kemarin ijo wanti-wanti agar membawa garam balok agak banyak.

tapi masih juga kami merasa was was setajam silet. tadi sebelum masuk ke tenda sempat menengok arah pepohonan. kok, mirip monster ya. tapi ah, yakin kalau itu cuma pohon. waktu mencari ranting ke arah sana bareng ugun itu kan memang pohon. tapi kenapa tadi mirip monster ya. apakah kalau malam pohon itu berubah jadi monster? hiiy... jadi serem, ya. lagian, malam ini kok sepi banget.
" yan, udah tidur ?" kata ugun setengah berbisik.
" belum... susah tidur, euy !"
" sama.... yang lain udah pada tidur?"
" sepertinya sudah, tuh si ijo mah ngorok....eh, jam berapa sekarang...?"
" setengah satu...!"
" sepi ya... nyalakan radio...!"

ugun memutar-mutar gelombang radio. kebanyakan sudah keresek-keresek. ada juga yang muter lagu nasional, rayuan pulau kelapa. sudah itu keresek-keresek. siarannya habis sampai di situ. akhirnya didapat pula radio yang masih bersiaran. entah radio apa. oh, siaran dongeng atau mungkin sandiwara radio.

" udah, itu aja gun...."

ugun berhenti di siaran itu lalu mengoptimalkan gelombang agar suaranya lebih jernih. diputar-putarnya pula antena radio hingga dihasilkan suara yang oke. namun keresek-keresek masih tetap saja ada. kamipun dengan khusyu mulai menyimaknya. suara musik yang dramatis menyeramkan sebagai latar belakangnya.
" mak lampir pun menghampiri para pemuda yang sedang kemping di gunung yang dikuasainya seraya berseru..... Hik hik hik... kalianlah mangsaku berikutnya... hik hik hik!"
" matiin gun.... sereeeem !"
sekejap radio itu sudah dimatikan. kamipun buru-buru berlindung di balik sarung masing-masing. berdoa agar cepat tertidur. berdoa agar pagi segera saja datang.

tapi masih terngiang juga suara mak lampir itu,...hik hik hik.....

***

kami dibangunkan oleh adzan fals nya a asep. uh, di mana nih kok gelap begini ? lho lupa atau apa...kan, masih di gunung. masih di dalam tenda sempit. duh, punggung lumayan pegel juga. kok, kasurnya empuk banget sih ?
" bangun euy... bangun.... udah shubuh, sholat...!" a asep membangunkan semuanya sehabis menyelesaikan adzan shubuh tadi.
" masih gelap juga... tidur lagi ah...." ombi yang baru menongolkan kepalanya di pintu tenda langsung berbalik.
" eh, sholat mbi....!"
kami semua keluar dari tenda. masih pada bersarung dan berkupluk.
" dingin....!" ugun berseru

untungnya dingin shubuh bisa terhibur dengan pemandangan maha sempurna dari alam. langit gunung menawarkan bintang gemintangnya yang bertaburan tanpa dihalangi mendung atau awan gelap. apalagi suasana sekeliling yang gelap menambah kesempurnaan cahaya yang mungkin saja sebenarnya sudah pudar berjuta tahun silam itu. padahal di waktu-waktu lainnya langit malam selalu saja dicuekin karena biasanya juga seperti itu. tapi entah kenapa kali ini terasa lebih indah, lebih jelas dan lebih dekat. ingin rasanya sejenak terbang memunguti satu-satu.

" yang itu rasi kalajengking.... yang itu rasi beruang....yang itu rasi bintang layang-layang " aku menjelaskan bentuk-bentuk yang sudah kekenal dari buku pelajaran fisika kelas dua.
" itu, yang maju apa, yan.....?" ombi berseru
" mungkin itu bintang jatuh atau meteor...... dari tempat dengan pencahayaan kurang seperti ini semua terlihat jelas, ya"
" coba kalau ada teleskop....!"
" sholat dulu, barudak....!" a asep kembali mengingatkan.

berduyun-duyun kami menuju bawah. menuju aliran sungai untuk mengambil air wudhu. brrr, dingin pisan.....

setelah sholat, ijo membuat perapian lagi. dingin-dingin begini paling enak minum kopi sambil berdiang di depan perapian. perapian juga dimanfaatkan sebagai pengusir binatang buas yang umumnya takut melihat api. di atas perapian dipanaskan sepanci air.

" kemping kalau dinikmati bakal nikmat....!" ujar ijo sambil meniup bara di perapian agar apinya membesar.
" setuju... tapi dinginnya itu, jo..." tukas aku.
" makanya belajar merokok...nih, jarcok !" sahut ijo dan dengan cekatan dia menyalakan rokok di bibirnya dengan bara dari perapian. asap rokok keluar masuk dari mulut dan hidungnya.
" nanti ah... kalau kopinya udah jadi..."

kami mengelilingi perapian yang mulai membesar. a firman memasukkan ranting-ranting dan beberapa batang kayu bakar. untungnya beberapa sudah mulai kering. beberapa yang masih basah diletakkan di dekat perapian agar cepat kering.
" ombi ke mana ?" tanya a firman celingak-celinguk.
" tidur lagi, masih ngantuk katanya, biasa shubuh jam enam sih......" jawab a asep.
" oh, seandainya ada hui boled......!" ijo mulai berkhayal
" ada, jo.... tadi di jalan menuju tenda ada kebon.... kayaknya kalau singkong...!" sahut ugun. aku dan dia memang sempat melihat kebun tak jauh dari tenda kami.
" sok atuh nyabut..... bubuy singkong plus kopi.... enak, yan !"
" nggak mau ah, maling itu mah... nanti saja kalo ada yang punya kita minta... kalau perlu beli..."
" iya, ding.... nanti malahan sakit lagi..."

kamipun melupakan khayalan tentang singkong bubuy dan sejenisnya. untuk sementara kopi plus jarcok sudah cukup. sruput-sruput...... huuuhh....

menit berlalu cepat langit beranjak terang. di sekeliling kami mulai kelihatan semuanya juga. pohon yang semalam diduga telah menjelma monster ternyata tetaplah sebuah pohon. rerimbunan perdupun mulai kelihatan jatuhan embunnya. kota yang semalam terang berkilau kini mulai padam dan terlihat seperti pemantauan 'google earth 3 dimensi'. dan meski bintang mulai tak tampak di langit ada pengganti yang tak kalah menakjubkan.

" sun rise ! ", kami berseru terkagum-kagum dan tersenyum hangat ke arah matahari di timur sana. sang matahari balik tersenyum dengan kehangatannya yang tidak terbendung.

ah, bumipun benar-benar hangat karenanya.


**

jatuhan air curug menimpa punggung. antara nikmat dan sakit seperti di gebugin hansip pada awalnya (emang pernah ?) . namun lama-lama saat sudah terbiasa enak juga. seperti dipijit. tubuh menjadi segar. terbayar sudah lelah perjalanan mendaki dari tenda ke curug sekitar satu jam dengan sejuknya air curug.

butuh tambahan keberanian untuk mandi di bawah curahan air puluhan kilogram. akupun awalnya ragu-ragu. dengan bismillah langsung masuk, bergabung bersama ombi, a asep, dan ugun yang sudah bermain air dan ketawa-ketawa senang. sementara a firman masih enggan. masih memilih bermain gitar di pinggiran.

meskipun baru kami doang yang sudah sampai di curug namun kami tak berani 'naked ria' sambil mandi. nanti dikira tarzan lagi meskipun habitatnya emang bener di hutan ini. makanya celana hawai yang kami pakai tak kami copot saat mandi. paling-paling cuma bajunya saja yang dicopot dan diletakkan begitu saja di antara bebatuan besar yang ada di sana.

untungnya curug belum ramai. diprediksi hari ini curug bakalan ramai oleh orang-orang yang berpiknik dan berkemah seperti kami. dan kalau udah banyak orang biasanya tidak bisa sebebas sekarang. kamipun berpuas-puas diri dengan kondisi yang masih memungkinkan ini. a firman pun sudah bergabung berbasah-basah.

terasa lengkap tujuan berkemah kami. ya, curug adalah target utama kami semenjak dari rumah dan mandi di bawah guyuran air alami including di dalamnya. ke citiis tanpa mandi di curugnya sama juga boong. " sama dengan ke mekkah tanpa ke madinah", kata wildan fahmi sedikit lebay pada suatu waktu. karenanya kesempatan langka ini kami manfaatkan sebaik-baiknya. jarang-jarang ada kesmpatan kemping tiap semester

meski tanpa ijo. ijo ? iya, makhluk itu kemana, ya?

ada. ijo sedang korpe di tenda. sebagai komandan ekspedisi ijo rela mengorbankan dirinya sendiri demi kesenangan anak buahnya. ijo memutuskan untuk menjaga tenda saja daripada tenda ditinggalkan nanti ada orang iseng yang menjarah barang-barang bawaan anak-anak. sementara anak-anakpun ingin melaksanakan amanat wildan untuk mandi-mandi di curug. dan jarak tenda ke curug ada sekitar sejam perjalanan.

" nanti saja, aku ke curug di kloter kedua, sendirian..." putus ijo. anak-anak seneng dan bergegas meninggalkan ijo dengan setumpuk alat-alat makan kotor. tapi ijo rela. toh, di pramuka juga di sering kebagian tugas-tugas seperti ini. yang penting, teman-teman saya senang, katanya dalam hati.
" tapi jangan terlalu lama....!" teriak ijo di kejauhan ketika anak-anak mulai meninggalkannya. alone.

namun anak-anak sedang melupakan teriakan ijo tadi. saat curug mulai dipenuhi orang-orang berpiknik, kami tanpa ijo sedang mendaki lagi bukit yang ada di atas curug. setelah puas mandi-mandi. setelah puas dengan pijitan alami. setelah puas bermain air. saatnya menjajal keberanian lagi.

" kata wildan, di atas curug utama, masih ada dua curug lagi....!" ajakku pada anak-anak. anak-anakpun penasaran. juga sedikit niat jelek, mau kencing di curug atas kan aliran airnya nanti dipake mereka yang ada di cfurug utama bawah. soalnya sempet sebel ke orang-orang yang datang belakangan yang membuang sampahnya di mana-mana. lalu dengan tanpa sopan berteriak-teriak seenaknya. emangnya ini di hutan ? kan, memang. tapi gak usah gitu-gitu amat dong.

" kan, tiap orang beda-beda tingkat intelektualnya..." a firman menengahi
" lagipula kalau kita kencing di atas... berarti nyampe juga dong ke sungai dekat tenda kita... mau minum kotoran sendiri...? " sambung a asep.
iya juga. makanya kami mengurungkan niat untuk membuang hajat di curug atas. biarlah orang-orang yang mengotori hutan dan gunung dihukum sama alam sendiri.

***

apakah wildan yang bohong atau kami yang kurang gigih mencarinya? yang jelas di atas curug utama kami hanya menemukan sebuah curug yang kapasitasnya lebih kecil. lalu kami menelusuri lagi ke tempat lebih atas dan atasnya lagi. bela-belain kena duri dan berkali-kali terpeleset.
" nanti bakal ditemukan, air yang keluar dari dalam pasir... bagus banget !" masih teringat ucapan wildan waktu itu. mungkin itulah mata airnya. akupun jadi penasaran karena pada saat pertama kali mendaki gunung ini beberapa waktu lalu tidak sempat berkeliling lebih jauh. wildan memang jurignya citiis karena dia sering main ke gunung ini. makanya aku percaya benar dan meneruskan 'amanat' wildan ke anak-anak hingga anak-anak yang lainpun penasaran juga.

tapi hingga sejam lebih kami mencari dan menelusuri hulu sungai tak juga kami temukan. air curug yang ke bawahnya deras banget ternyata semakin disusuri ke hulu semakin hanya berupa aliran sungai kecil saja dengan semak belukar dan batu kecil di sisinya. airnya kelihatan semakin jernih.
" kalau air ini aku berani minum langsung....!" ujar ombi sembari mengambil air dengan tangannya dan meminumnya. kamipun mengikutinya. airnya memang seger.
" kayak air akua, ya....!'"
air seger itupun kami masukkan ke dalam botol air mineral masing-masing. kami melanjutkan perjalanan menusuri aliran sungai ke arah hulu. namun ternyata jalan setapak semakin sulit. mungkin jalan ituy belum ada artinya belum ada orang yang nyampei ke sini. kalaupun ada mungkin sudah lama sekali. suasana hutan terasa sehutan-hutannya. sepi dan sesekali suara binatang hutan saja.

" istirahat dulu, yu..." a asep mengajak kami berhenti. cape juga, naik turun gunung.
" kayaknya mah, air keluar dari pasirnya gak bakal ketemu, yan...!" kata ombi sambil minum air akua alami.
" iya.... kita turun aja.... kasihan si ijo....."

kamipun memutuskan untuk kembali ke tenda. hati-hati menuruni bukit di atas gunung. jalan turun lebih licin dan susah. harus ekstra waspada. kata sebagian pendaki, jalan menurun saat pulang lebih berbahaya daripada jalan saat mendaki. ini disebabkan kondisi kita yang sudah cape saat mendaki sebelumnya.

memang demikian. makanya segala yang bisa dipegang untuk membantu turun kami pegang. rumput alang, pohon, bahkan batu kami jadikan pegangan agar tidak terpeleset. tak lupa kami saling memperhatikan teman di depan atau di belakang.

kalau pas berangkat tadi kami menggunakan jalur ilalang, maka pas kembali ke tenda kami menelusuri aliran sungai. beberapa kali berpapasan dengan orang-orang yang hendak ke curug. lalu saling menyapa basa-basi seadanya
" di atas rame, a...?
" rame....!"
" terima kasih..."

tempat-tempat yang kami rimbun oleh pepohonan sehingga mirip goa. tiba-tiba saja teringat dengan tempat syutingnya film-film silat indonesia. ya, gak jauh beda lah. makanya kami harus siaga juga. siapa tahu, kapaknya wiro sableng nyasar.....

Rabu, 16 September 2009

pintu 17, hidup itu kemping bagian 2

hidup itu kemping
perjalanan serba sementara
perjalanan mengira-ngira
belajar dari tenda ke tenda
belajar dari angka ke angka
belajar dari lupa ke lupa

..............

hujan ternyata rada lama turunnya meskipun tidak besar. rencananya kalau tidak hujan kami mau langsung bikin perapian dan masak di situ. maksudnya biar irit parafin bahan bakar yang mirip lilin itu. takut di gunung parafinnya tidak cukup karena belinya terbatas. harganya ternyata sudah naik lagi.

ya, kemarin aku, ijo, dan opik membeli parafin di toko sumatra jalan a yani sepulang sekolah. toko sumatra adalah toko-toko yang jaman itu menjual berbagai macam keperluan kepramukaan. termasuk tanda-tanda lokasi sekolah atau lambang-lambang yang biasa dijahit di seragam baik seragam sekolah ataupun seragam pegawai.

dari sekolah kebetulan toko ini tidak terlalu jauh. hanya beberapa kali nafas dan nyebrang dua kali. makanya kami berjalan santai saja di tengah terik matahari. langsung menyeberang di depan gerbang sekolah yang berhadapan dengan toko citra, sebuah toko yang menurut ugun aneh sekali. tokonya nggak rame padahal terletak di tempat yang strategis. ruangannyapun luas seperti toko merdeka jaman itu. ada tingkat satu dan tingkat duanya. konsepnya swalayan. pelayannyapun teteh-teteh yang manis-manis. sepengetahuanku sejak dari pertama dibuka hingga sekarang toko ini selalu saja sepi.
" menurut aku, toko ini sepi gara-gara pelayannya ", ujar ugun suatu ketika sepulang kami diklat basket sore-sore di sekolah.
" emang kenapa?"
" lihat aja, pelayannya pada berdiri di muka toko... kita baru datang aja udah langsung dilayani ini itu..."
" kan malahan bagus..."
" tapi pembeli jadi segan, yan. apalagi yang niatnya cuma mau lihat-lihat dulu....toko-toko kan biasanya rame bukan karena banyak yang beli. tapi banyak yang lihat-lihat. cuci mata. window shopping !" jelas ugun panjang lebar.
" ya, terus...?" aku belum ngerti juga.
" kalo banyak pengunjungnya, walaupun gak beli sering disangka barang-barangnya bagus atau murah... makanya orang pada berdatangan ke situ...dan kadang-kadang yang mulanya gak niat beli bisa jadi beli"
iya, juga ya. pengalaman aku juga gitu. keluar masuk toko cuma lihat-lihat harga saja. beli mah kapan-kapan.

tapi kalau sekarang aku, opik, dan ijo sedang termangu di sebuah kios pedagang kaki lima emang beneran cuma berniat lihat-lihat saja. dasar opik, di tukang jeroan ( daleman ...daleman... buat cewek !) yang mangkal di depan toko sinar timur. diajaknya kami bertukar pendapat.
" koleksinya nambah, jo....!" kata opik
" iya, kayaknya yang di atas itu bagus, pik!"
sialan ! opik dan ijo kini malah mengomentari bh yang digantung si mang tukang jeroan di rak kayu sederhana itu.
" yang itu unik... ada rendanya..."
" ini dong.... ukurannya jumbo...."
lalu ketawa-ketawa. tuh, kan. iseng banget.
" sok, mau beli yang mana jang...?" sebuah suara mengagetkan. ternyata si mang jeroan udah ada di samping kami.
" nggak...nggak... cuma ngecek aja...!" sahut opik antara malu dan menahan tawanya. aku juga jadi ingin ketawa tapi ditahan, takut si mangnya malah kesinggung.
" hebat lah si mang...koleksinya nambah terus...!" sambung ijo
" eh, jangan ngehina...!" si mang malah kesinggung beneran.
" nggak kok..mari mang, makasih....." tukas anak-anak langsung cabut

kamipun berjalan lagi. anggap saja hiburan, kata opik tadi. hiburan apaan ? malu nih malu. kasihan juga tukang dagangnya dilecehin gitu. tapi ijo dan opik masih ketawa aja hingga sampai di toko sumatra. membeli barang yang diinginkan yaitu parafin.
" harga pas...!" sahut pelayan toko saat kami menawar.
akhirnya kamipun harus rela dengan harga yang ditawarkan karena toko yang menjual parafin memang hanya itu satu-satunya.

***

dan kini dua buah balok kecil parafin sudah terpakai untuk memasak nasi di dalam tenda. karena hujan belum reda maka kami memasak nasi di dalam tenda. panci ijo yang sudah hitam pantatnya jadi andalan utama saat itu (nb : perhatikan cara baca dan jeda tiap kata, tahu kan, maksudnya bukan pantat ijo yang hitam, tapi pantat panci...maklum, itu emang khusus panci kemping, kata ijo). kamipun berharap-harap cemas menunggu kematangan nasi liwet cap kemping itu. mungkin inilah makan sore pertama di tengah gunung.
" pake garam jo....!" usulku.
" gak usah, ..enggak enak !"
akupun diam aja. membiarkan ijo sendirian memasak nasi. a firman dan ombi udah ketiduran. mungkin terjebak di antara cape dan lapar. ugun sibuk memutar-mutar gelombang radio. a asep sedang di luar dengan jas hujan yang dibawanya membetulkan tenda yang tadi sempat kena angin serta air hujan yang terkumpul di atas tenda. dia juga mengencangkan tali-tali pengikat tenda. kini tenda lumayan nyaman ditempati meskipun kami harus berdesak-desakan. ya, dipas-pasin dan dienak-enakin aja. namanya juga kemping.
" udah berhenti hujannya...!" a asep berseru dari luar.
aku keluar tenda. hujannya sudah berhenti. hanya tinggal kabut dan dingin saja. tapi udara jadi segar.
" yan, cari ranting....!" perintah ijo yang juga keluar dari tenda. nasi dalam panci yang belum matang dibawanya keluar. lalu kompor parafin yang masih nyala. kini dia memasak nasi di luar tenda.
" ayo gun, nyari ranting....!"
ugun mengambil golok yang tergeletak di tanah. aku dan ugun menembus semak-semak di sekitar kami mendirikan tenda. ya, yang dekat-dekat aja. kalau kejauhan mah takut juga.
" yang kering, ya....!" ijo berseru lagi
" yang kering ? nggak ada atuh jo.. pada basah nih...." sahut ugun
" seadanya ya...?"
tapi ijo tidak menjawab. kini dia sibuk menutup perapian kompor parafinnya dari angin yang menghembus. ah, bentar lagi masak nih nasinya. habis ini bikin perapian.... bikin kopi. sambil ngerokok, pikir ijo.

***

meskipun dalam urusan naik gunung ijo sudah setengah profesional, tapi dalam masak memasak ilmunya masih belum seberapa. terbukti, anak-anak tadi cuma disuguhi nasi liwet setengah jadi. istilahnya masih 'gigih'. mungkin kebanyakan air. ijo juga sempet mikir, kenapa airnya gak kering-kering. jadinya gitu deh, atasnya belum matang sementara bawahnya gosong. itulah pencapaian maksimal seorang ijo dalam hal masak nasi di hari pertama kemping bersama kami.

untungnya ijo gak hilang akal. nasi yang setengah matang itu langsung ditaburi supermi kering yang diremes-remes plus bumbu plus minyaknya. seterusnya ijo dengan kalap mengaduk-aduk nasi aneh itu. eksperimennya tak berhenti di sana. ikan asin yang dibawanya dari rumah ditaruh di atas nasi ajaib itu. setelah dirasa cukup, barulah ijo menghidangkan kreasinya yang entah diilhami acara tivi mana itu.

kini anak-anak sedang berusaha mencerna makanan itu. namanya juga kelaparan, makanan seancur apapun masuk ke perut dengan tidak mempedulikan bagaimana nantinya.
" pingin yang enak-enak mah , di rumah aja....!" selalu begitu alasan ijo saat anak-anak tadi mengkritik habis kreativitasnya.
" gak apa -apa sih, minimal masih ada rasanya....," a asep sedikit membela ijo. tapi, enak juga pikirnya. dan dengan tanpa dosa dia menghabiskan sisa nasi yang berupa kerak gosong di atas panci.

aku membereskan alat-alat makan tadi : panci yang bawahnya tambah hitam, piring plastik yang tak seragam, dan beragam ukuran sendok. bersama ugun aku turun ke bawah untuk membersihkannya. udara dingin tak kami hiraukan. yang penting perut sudah terisi nasi. sebentar lagi magrib akan datang. langit beranjak gelap.
" sekalian ambil air bersih...!" seru a firman dari atas.
" tempat airnya....!!" sahut aku dan ugun.
" awas.... tangkap...!" a firman melemparkan botol air mineral kosong ukuran satu liter.
ugun dengan sigap menangkapnya. ugun bergegas mengisinya dengan hati-hati agar tidak ada kotoran atau pasir yang masuk.

air sungai yang kami gunakan merupakan aliran dari curug citiis. airnya masih jernih. kata wildan bisa diminum langsung tanpa direbus. hanya saja kalau sudah ke hilir seperti tempat kami berkemah ini agak riskan juga. siapa tahu di hulu, di dekat curugnya telah digunakan orang untuk berkegiatan. ya, meskipun kelihatan bening dan menyegarkan mungkin saja telah dikotori manusia-manusia yang kemping di atas. makanya kami gak berani minum air itu secara langsung tanpa merebusnya. kecuali ijo, " kalau mau yang yang mateng mah di rumah aja...!" dan langsung meminumnya tanpa keraguan. lalu, " seger...!" sambungnya dengan mimik kayak iklan-iklan minuman di tivi swasta. mungkin kalau dari mata airnya langsung atau dari air terjun kami masih mau meminumnya langsung. berhubung air ini sudah mengalamai perjalanan cukup panjang dan tidak dijamin di perjalanan tidak kena kotoran manusia maka kami waspada dengan cara merebusnya. biarlah ijo saja yang jadi korban sakit perut dengan kenekadannya itu.

"Allohu akbar..allohu akbar....!" tiba-tiba terdengan orang beradzan. fals dan seadanya dengan tanpa mikropon. ternyata a asep sedang berdzan karena waktu magrib telah tiba. sayup-sayup memang terdengar suara dzan dari kampung terdekat dengan kami berkemah.
" sekalian wudhu aja, gun....!"
anak-anak lainpun pada turun ke air sungai untuk berwudhu. hanya a asep dan ijo saja di atas. a asep meneruskan adzannya hingga selesai, sementara ijo sibuk membuat perapian lain, untuk membuat air panas dan juga api unggun. sayangnya, ranting-ranting yang dibakarnya masih basah. makanya agak susah juga dia membuat perapian bahkan hampir lupa shalat magrib kalau tidak diingatkan.

**
tim ekspedisi nasi liwet remes mie instan.... dalam hujan... terasa nikmat semuanya

setelah shalat berjamaah secara sederhana, kamipun berkumpul di depan api unggun sambil menunggu air panas yang belum mendidih. rencananya mau bikin kopi. wah, asyik pisan. tapi, berhubung rantingnya basah, apinya susah naik. untungnya kami cukup bersabar. sempat juga ombi nanya ke ijo, " kenapa gak pakai parafin aja biar cepet, jo...?"
" harus irit, mbi....parafin nanti digunakan kalau darurat...!" sahut ijo.

orang sabar memang biasanya berhasil. seperti kami yang saat itu akhirnya bisa juga menyeruput kopi dengan rasa yang lumayan untuk ukuran gunung. jangan disamakan dengan kopi butan rumah deh. pasti jauh. tapi yang lebih penting kan suasana. tujuan kami berkemah di tempat yang jauh dari rumah kan salah satunya membeli suasana seperti ini : hening sepi, dingin, gelap di sekitar, cemas kalau-kalau turun hujan lagi, kerja sama tim, dan sedikit tegang.

dengan kemping juga kami sedikit beban pelajaran yang dirasa-rasa semakin sulit. lupa dengan omelan bu marni kalau ada anak yang tak buat pr yang kadang merembet ke semua anak. lupa dengan ulangan-ulangan yang bikin kelimpungan. lupa dengan suasana kelas yang sering bikin suntuk. pokoknya dengan kemping kita lupakan status kita sebagai pelajar, hari ini dan dua hari ke depan kita posisikan diri sebagai pelarian yang sedang mencari kebebasan di alam liar.

juga mencoba hal-hal yang baru. yang belum 'begitu' boleh. seperti,
" isap dulu...., baru minum kopinya... jadi gak pahit....!" ijo membagikan ilmunya. kali ini pelajaran bagaimana caranya agar tidak kedinginan di gunung secara praktis : merokok.
" ah, pahit...!" jawabku. ugun dan ombi juga merasakan hal sama. secara cuma kami bertiga yang sedang belajar smoking. maka ijo melanjutkannya ke sub bab 'bagaimana agar merokok di gunung tapi tidak pahit untuk pemula'. pelajarannya ya itu tadi.
" coba... isap yang dalam..... keluarkan asapnya dari idung...., langsung minum kopinya....enak kan....gak pait....!" ijo kembali mengajari.
kamipun mencobanya. uhuk..uhuk... aku batuk. ombi dan ugun lancar. lali menyeruput kopi yang masih panas itu. sruuttt... enaknya kopi manis.

" kalo di gunung jarcok lebih cocok..." jelas ijo sambil mengeluarkan asap rokok.
kami para amatiran merokok cuma ngangguk-angguk aja. jarcok adalah nama merek rokok yang kami isap di gunung ini. sayangnya ijo tidak menjelaskan lebih lanjut kenapa jarcok yang pas untuk di gunung. apakah karena ijo adalah seorang salesman rokok jarcok?
" harganya murah,....jadi bisa beli banyak...!" a firman yang menjelaskan.
" kalo gitu, kenapa tidak bakao sama pahpir aja jo...?" tanyaku
" itu juga bawa..... tapi nanti kalau darurat..."

sambil merokok dan ngopi kami memandang ke bawah, ke arah kota yang sudah bermandikan cahaya lampu. indah sekali dengan kelap-kelip seperti perhiasan. konon bung karno menamai kota ini kota intan di tahun enam puluhan karena kerlipnya yang menakjubkan ini. kamipun, meski jauh dari rumah dan beberapa puluh meter di atas permukaan laut dengan melihat kota yang bercahaya merasakan dekat sekali dengan rumah. apalagi sambil mendengarkan radio siaran request lagu-lagu.

" lihat, yang warna merah itu...!" a asep menunjukkan sesuatu di arah kota.
" itu apa a..!" tanya kami penasaran.
" itu toko asia...!"
" kalau yang merah ?"
" itu mah masjid agung....!"
malam itu kami lalui dengan ngobrol-ngobrol segala macam. termasuk rencana esok hari yang katanya mau menuju ke curug citiis tingkat tiga. tempat yang paling ramai dikunjungi orang-orang yang piknik. kalo sempet mau naik lebih atas lagi. nyari edelweiss liar.

" tidur ah......" ombi masuk.
" isya dulu mbi...! seru a asep.
" tadi udah di jama...!"
" emang bisa kitu....? ini mah bukan perjalanan...."
" ah, udah tanggung..." ombipun dengan selimutnya yang dari tadi dipakainya untuk menahan dingin meneruskan niatnya. capek juga ya, tidur pasti enak. dia langsung merebahkan tubuh.

ya, semua merasa cape. tubuh kumayan pegel-pegel. ijo mengambil cempor dan dinyalakannya. lalu dia menggantungnnya dengan hati-hati di bambu penahan tenda. a firman dan ugun juga udah masuk ke tenda. di susul ijo. posisi menentukan prestasi. dengan tenda yang sempit memang harus berbagi tempat dengan yang lain. tapi biasanya yang tidur duluan tak bisa diganggu gugat.

makin lama makin dingin. tak ada alasan berlama-lama di luar tenda. akupun gabung dengan anak-anak berdesakan dalam tenda. hiih... dingin uy....

" aduh... kakiku keinjek...."
" sorry mbi...sory..."
" tidurnya gak enak uy... keras..."
" pingin enak mah.... di rumah aja...."

***